Rabu, 11 Desember 2013

Hari Bhakti Transmigrasi ke-63

Tanggal 12 Desember adalah hari bersejarah bagi penyelenggaraan transmigrasi di Indonesia, karena itu Pemerintah (Kemnakertrans) telah menetapkannya sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Setiap tahun kita memperingati Hari Bhakti, dan tahun 2013 ini adalah yang ke-63. Momentum Hari Bhakti ini ditentukan sejak tanggal 12 Desember 1950, sejumlah 77 orang transmigran diberangkatkan dari Jawa Tengah menuju Lampung, pada saat itu Pemerintah RI pertama kali memfasilitasi perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain, untuk memanfaatkan sumber daya alam mencapai kesejahteraan.

Perpindahan dan atau pemindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain, itulah yang disebut sebagai transmigrasi, sebuah istilah atau kata yang sudah sangat popular di negeri ini. Awalnya adalah program kolonial, yang dikenal sebagai kolonisasi, yaitu pemindahan orang-orang Jawa dari Kabupaten Kedu, Jawa Tengah, ke Gedong Tataan, provinsi Lampung.

Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai dengan keberangkatan 155 Keluarga orang Jawa di tahun 1905, menuju Gedong Tataan, Lampung, yang kemudian berhasil membentuk desa-desa dengan nomenklatur Jawa, yaitu desa Bagelen, Gading Rejo, Purworejo, dan Wonodadi. Desa-desa tersebut berada di sekitar 25 Km sebelah utara kota Tanjung Karang, dan kini telah berkembang menjadi wilayah administratif kabupaten, yang dikenal sebagai Kabupaten Pesawaran.

Karena program kolonisasi dipandang relatif berhasil, maka Pemerintah pasca kemerdekaan meneruskan program tersebut. Namun karena istilah kolonisasi berciri pejoratif atau yang merendahkan, maka istilah tersebut kemudian diganti dengan istilah transmigrasi.

Hari ini, sudah 63 tahun proses transmigrasi mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Ada suka dan ada duka, ada sisi positif dan ada pula sisi negatifnya. Ada sukses dan ada pula kelemahan. Namun terlepas semuanya, transmigrasi telah berhasil menciptakan (atau paling tidak) mendorong terbentuknya 103 Kabupaten/Kota baru, dan hampir 25 juta rakyat Indonesia menikmati hasil karyanya. Mereka kini tersebar di seantero nusantara, mengembangkan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya dengan dinamikanya masing-masing.

Saat ini dan kedepan, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, baik global maupun nasional. Tantangan paling serius adalah masalah demografis. Pada tahun 2030, pada tingkat global, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 8 milyar orang. Tahun 2050, diperkirakan menjadi 9 milyar orang lebih, sehingga dunia perlu memproduksi 70% lebih pangan dari yang diproduksi pada saat ini. Peningkatan konsumsi pangan, berkonsekwensi pada meningkatnya kebutuhan manusia akan air, energi dan tanah.

Pada tingkat nasional, Indonesia akan menghadapi proses urbanisasi, perpindahan penduduk desa ke kota yang sangat cepat, akibat pertumbuhan kota yang semakin tinggi diberbagai wilayah. Dampaknya, permintaan pangan, air dan energi menjadi semakin tinggi pula. Pada situasi dimana daya dukung ekologi dan produksi tidak lagi dapat memenuhi permintaan, maka krisis pangan terjadi. Di negeri kita ini, sudah mulai terjadi krisis pangan, yang ditandai oleh defisit suplai daging, kedelai dan impor beras. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, maka bisa berkembang menjadi krisis sosial dan politik.

Krisis pangan nasional kita saat ini; defisit suplai daging, kedelai, beras, bawang, cabai, dan lain-lainnya, adalah contoh buruk dari sistim pangan sebuah bangsa. Karena itu, harus segera diatasi. Untuk mengatasinya, tidak ada jalan lain selain menata ulang pengelolaan

Sumberdaya alam, bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya secara bijak.
Menghadapi tantangan tersebut, baik untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang, transmigrasi harus bisa berkontribusi, sebagai salah satu strategi dalam mengatasi kompleksitas dampak peningkatan populasi, baik itu urbanisasi, krisis pangan, maupun energy. UU Transmigrasi No. 15 Tahun 1997 yang diubah dengan UU No. 29 Tahun 2009 harus segera diimplementasikan, perangkat regulasi turunannya segera disusun,

Kedepan transmigrasi harus benar-benar menjadi sektor pelopor bagi pelaksanaan redistribusi lahan buat petani, sesuai UU Pokok Agraria Tahun 1960, juga sebagai bagian dari pelaksanaan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk memenuhi tuntutan pembangunan berkelanjutan, bahwa krisis pangan dan energi yang kini dihadapi Indonesia, adalah tantangan berat bagi kita semua sebagai pejabat pemerintah, baik Pemerintrah Pusat maupun daerah. Sebagai penerima amanat UU-Ketransmigrasian, kita tengah dituntut oleh khalayak publik, terutama oleh masyarakat transmigran, untuk bisa melaksanakan UU tersebut secara sungguh-sungguh, sehingga menjamin peningkatan taraf hidup mereka.

Kutipan dari sambutan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pada Upacara Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi Ke-63 Jakarta, 12 Desember 2013
advertisements

0 komentar:

Posting Komentar